Tahun 1937 -ketika Komunisme dan Fascisme melanda Eropa– Friedrich
August von Hayek, ekonom Austria, menerbitkan Economics and Knowledge,
yang menyatakan bahwa kapitalisme pasar bebas bukan sekedar bentukan
sosial/sosial construct, tetapi sebuah mekanisme alami untuk mengelola
informasi.
Tahun 1944, kembali menerbitkan The Road to Serfdom yang menuliskan
kritik keras dan tajam terhadap sosialisme dan segala bentuk ekonomi
perencanaan sentral. Dia mengajukan gagasan tentang keunggulan
Kapitalisme Pasar Bebas. Menurutnya, dengan membiarkan jutaan individu
mereaksi secara bebas, maka akan terjadi optimalisasi alokasi modal dan
kreativitas manusia serta tenaga kerja, yang tak mungkin dapat ditiru
oleh ekonomi perencanaan sentral.
Ditahun 1947, Hayek mengadakan konferensi tertutup di Mont Pelerin
Swiss. Mereka disatukan oleh keprihatinan atas munculnya gelombang
kolektivisme yang melanda Eropa. Konferensi itu membuahkan kesepakatan
pada pembentukan sebuah kelompok dengan nama The Mont Pelerin Society.
Tahun 1950, Hayek hijrah ke Amerika Serikat untuk kemudian bergabung
menjadi anggota staf akademis di Universitas Chichago. Pada saat itu,
pare ekonom di Universitas Chicago seperti Milton Friedman, George
Stigler, Gary Becker, sedang getol-getolnya mengembangkan
pemikiran-pemikiran tentang pasar bebas. Friedman dikenal sebagai
penentang keras tentang campur tangan pemerintah dalam kehidupan
ekonomi, gagasan dari ekonom John. M. Keynes.
Menurut Friedman, kebijakan stabilisasi untuk mengontrol inflasi dan
pengangguran dengan kebijakan investasi untuk mengungkit belanja
masyarakat, justru akan membangkrutkan masyarakat karena itu berarti
kontrol pemerintah atas peredaran uang. Menurutnya, kehidupan ekonomi
masyarakat akan berlangsung baik jika tanpa campur tangan apapun dari
pemerintah, insentif individual adalah pedoman terbaik untuk
menggerakkan ekonomi. Tingkat pengangguran tidak seharusnya diatasi
dengan campur tangan pemerintah, melainkan cukup diserahkan saja kepada
mekanisme pasar kerja yang bebas. Ia juga menyatakan bahwa hanya ada
satu tanggung-jawab sosial bisnis, yaitu menggunakan seluruh
sumber-dayanya untuk aktivitas yang mengabdi pada akumulasi laba.
Tahun 1979 Margaret Thatcher terpilih sebagai PM Inggris, dan tahun
1980 Ronald Reagan terpilih sebagai Presiden AS. Kedua tokoh ini sangat
antusias memperjuangkan pasar bebas, melakukan privatisasi dan
penjualan aset sektor pelayanan publik kepada pihak swasta, serta
mengontrakkan sejumlah fungsi negara. Dibawah kepemimpinan dua tokoh
baru ini terjadilah pergeseran prioritas secara jelas, peran pemerintah
secara fundamental berubah dengan cepat, meninggalkan komitmen
pemerintah dalam welfare state dan full employment dengan lebih
mementingkan pelayanan swasta dibanding publik. Walaupun antara kedua
pemimpin ini terdapat beberapa perbedaan, Thatcher memakai moneterisme
dengan menekankan kontrol ketat atas money supply, sedangkan Reagan
memakai supply-side dengan memberikan insentif sebesar-besarnya bagi
produksi.
Mereka berpendapat bahwa peran pemerintah adalah menyediakan sebuah
kerangka dimana rakyat dan masyarakat dapat mengejar tujuan-tujuan
mereka, negara tidak untuk menjamin kesejahteraan umum maupun memikul
tanggung-jawab untuk memberikan bantuan kepada mereka yang tidak
produktif dengan alasan apapun juga. Mereka, serempak melakukan
pemotongan atas beban pengeluaran sosial dan tunjangan kesejahteraan,
yang menurut mereka telah mengikis insentif ekonomi yang memungkinkan
pertumbuhan ekonomi.
Di Amerika Serikat, abad baru dimulai dalam periode terpanjang
pertumbuhan ekonomi sepanjang sejarah dengan angka pengangguran terkecil
sepanjang 30 tahun, sekaligus surplus anggaran untuk pertamakalinya
selama 42 tahun terakhir. Perusahaan-perusahaan USA menikmati
pertumbuhan yang sangat luar biasa, dan para CEO dibayar sangat mahal
atas jasanya dalam mengawal korporasi-korporasi di masa booming ekonomi.
Michael Eisner bos Disney berpendapatan 576 juta USD, Mel Karmazin
sebagai bos CBS digaji sebesar 200 juta USD pada tahun 1998. Bangsa AS
menyandang gelar sebagai bangsa pedagang saham sehari/daytrades, makin
banyak rumah tangga yang berjudi dengan surplus uangnya dan
menggantungkan diri pada saham yang dianggap sepertinya bakal akan terus
berkembang.
Di Inggris, Proporsi penduduk yang memiliki tempat tinggal sendiri
melonjak dari sekitar separo pada tahun 1980 menjadi dua pertiga pada
akhir masa kepemimpinan Thatcher. Angka pengangguran berada pada tingkat
terendah sejak tahun 1980. Kebanyakan penduduk Inggris memiliki lebih
banyak uang untuk dibelanjakan dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.
Membelanjakan lebih dari 56 juta USD untuk berlibur empat hari ke luar
negeri menjadi hal biasa bagi penduduk Inggris pada tahun 1998. Dalam
satu dekade saja, jumlah pemegang saham telah melonjak melebihi jumlah
anggota serikat buruh.
B. Prinsip - Prinsip Dasar Neo-Liberalisme
1. Perdagangan Bebas
Kaum neo-liberalisme Mengembangkan konsep perdagangan bebas yang
bukan lagi bertaraf nasional namun taraf global yaitu perdagangan dunia.
perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu pada
penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau tanpa
hambatan perdagangan lainnya (tanpa regulasi legal). Bentuk-bentuk
hambatan perdagangan yang ditolak kaum neoliberalisme (dalam perdagangan
bebas): bea cukai, kuota, subsidi yang dihasilkan dari pajak sebagai
bantuan pemerintah untuk produsen lokal, peraturan administrasi dan
peraturan anti-dumping. Realisasinya adalah pembentukan forum AFTA, APEC
dan GATT .
Menurut kaum neoliberalisme pihak yang diuntungkan dari adanya
hambatan perdagangan adalah produsen dan pemerintah. Kebijakan yang
bersifat nasionalis, protektif, dan populis akan mempermiskin negara
dunia ketiga. Sedangkan disisi lain pasar bebas akan membuat ekonomi
mereka efisien, kompetitif dan bertaraf dunia. Diindonesia kaum
neoliberalisme ini diwakili oleh Sri Mulyani. Dalam wawancara dengan
kompas dia berpendapat senada dengan kaum neoliberal. Menurutnya pasar
bebas diperlukan agar tidak terjadi monopoli oleh perusahaan swasta.
Namun yang tidak disampaikan kepada kita adalah dalam perdagangan
bebas perusahaan multinasional bebas juga membunuh indrustri kecil yang
tadinya diproteksi pemerintah. Kasus diindonesia adalah apa yang terjadi
pada petani tebu dan beras. Pada musim panen, kedua petani tersebut
harus gigit jari ketika mereka tak mampu menjual produksinya disebabkan
kalah bersaing dengan produk impor. Anehnya pemerintah dalam kasus ini
tanpa malu malu melakukan impor dengan alasan menjaga stabilitas harga.
Siapakah yang diuntungkan? Yang jelas kaum kaya dikota dan perusahaan
makelar beras dan gula. Padahal negara negara kaya seperti belanda, AS,
jerman, jepang melakukan proteksi terhadap indrustri pertanian mereka
sendiri.
Jika dikemudian hari para petani tersebut mulai meninggalkan ladang
mereka karena dianggap tidak menguntungkan dan tak ada keberpihakan
negara, mak yang terjadi adalah hancurnya pertanian kita dan negara
nantinya tergantung pada impor. Bahaya kelaparan akan muncul jika impor
kemudian menjadi sulit.
Contoh lain adalah Carrefour . Hipermarket ini dengan mudah bisa
ditemui di pusat pusat kota. Mereka bebas bersaing dengan bebas pedagang
tradisional. Padahal dinegara asalnya carrefour dilarang berdiri di
tengah kota melainkan di pinggir kota. Inilah pasar bebas, pasar yang
menggunakan hukum rimba. Seperti konsep darwin sosial dimana ikan besar
tidak dilarang memangsa ikan kecil. harimau dibiarkan bebas bersaing
dengan ayam. Orang kaya dibiarkan bebas tanpa hukum. Yang terjadi adalah
duel yang tidak seimbang yang kuat akan menghancurkan yang lemah. Tak
ada hukum disini yang ada hanya siapa yang “survive” dialah yang
bertahan.
2. Memangkas Anggaran Publik Untuk Layanan Sosial.
Mengurangi anggaran sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan air
bersih yang dibutuhkan rakyat miskin sebagai pengaman sosial, karena
semuanya itu adalah bantuan dari pemerintah. Indonesia adalah negara
yang paling patuh dalam menerapkan prinsip ini. Penghapusan subsidi BBM,
swastanisasi pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, belum
terealisasinya anggaran pendidikan sebesar 20% yang diamanatkan undang
undang, swastanisasi rumah sakit adalah contoh kongkrit. Semua itu
dilakukan dengan alasan ketidak tersediaan anggaran. Pemerintah tidak
menyadari bahwa akibat kebijakan ini mengintainya bencana kelaparan dan
kekurangan gizi pada rakyat pedesaan. Berita berita tentang bayi bayi
yang kekurangan gizi adalah awal dari semua bencana itu.
Namun anehnya pemerintah malah mensubsidi orang kaya. Boediono ketika
menjabat Direktur BI tahun pada tahun 1998 memberi subsidi kepada
pengusaha pengusaha kaya atau yang disebut sebagai BLBI sebesar 400
triliun dan ketika menjabat kepala bappenas dia mengucurkan dana rekap
perbankan sebesar 600 triliun. Lebih aneh lagi obligor tersebut di beri
kan release and discharge. Menyelamatkan perekonomian nasional adalah
alasan yang diumumkan pemerintah ketika kritik datang bertubi-tubi.
Inilah logika neoliberal menolak mensubsidi rakyat kecil tetapi royal
mensubsidi orang kaya.
3. Rampingkan Peran Negara Melalui Privatisasi BUMN.
Umumnya kekayaan negara dunia ketiga terkonsentrasi pada BUMN dan
pertambangan. Privatisasi akan menghasilkan penjarahan kekayaan nasional
oleh multinasional corporate dalam waktu singkat. Kejinya, ketika salah
satu perusahaan multinational ini dinegara lain mengalami masalah
keuangan, mereka tinggal menjual asset dinegara lain lagi untuk membantu
membantu keuangan perusahaan yang rugi tersebut. Ujungnya bisa
diprediksi yaitu PHK massal mengancam jutaan pekerja pada perusahaan ex
BUMN ini.
Prinsip Neoliberalisme dijelaskan oleh John Williamson dalam
“Konsesus Washington”, sebuah proposal yang berisi kebijakan antara
organisasi riba ekonomi dunia yang berbasis di Washington, yaitu
International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia. Ada sepuluh ajaran
yang dilahirkan dari “The Washintong Consensus “, Apa yang mereka sebut
sebagai reformasi itu pada dasarnya berpijak pada ketentuan yang
ditetapkan oleh mereka. Ketentuan reformasi itulah yang juga disebut
sebagai kebijakan pasar bebas dan Neo-Liberal tersebut, kesepuluh ajaran
Neo-Liberal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Disiplin Fiskal, yang intinya adalah memerangi deficit perdagangan.
2. Public Expenditure atau anggarang pengeluaran untuk public,
kebijakan ini berupa memprioritaskan anggarang belanja pemerintah
melalui pemotongan segala subsidi.
3. Pembaharuan pajak , seringkali berupa pemberian kelonggarang bagi para pengusaha untuk kemudahan pembayarang pajak.
4. Liberalisasi keuangan, berupa kebijakan bunga bank yang ditentukan oleh mekanisme pasar .
5. Nilai tukar uang yang kompetitif, berupa kebijakan untuk melepaskan nilai tukar uang tampa kontrol pemerintah.
6. Trade liberalization barrier , yakni kebijkan untuk menyingkirkan
segenap hal yang mengganggu perdagangan bebas, seperti kebijakan untuk
mengganti segala bentuk lisensi perdagangan tarif dan pengurangan bea
terif.
7. Foregn direct investment, berupa kebijakan untuk mnyingkirkan
segenap aturan pemerintah yang menghambat pemasukan modal asing .
8. Privatisasi, yakni kebijakan untuk memberikan semua pengelolaan perusahan negara kepada pihak swasta.
9. Deregulasi kompetisi.
10. Intelectual Property Rights atau paten.
Secara lebih spesifik, pokok-pokok pendidikan Neo-Liberalisme meliputi beberapa hal antara lain :
Pertama, Bebaskan perusahaan swasta dari campur tangan pemerintah,
misalnya jauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang-bidang
perubahan , investasi , dan harga, serta biarkan mereka mempunyai ruang
untuk mengatur diri sendiri untuk tumbuh dengan menyediakan kawasan
pertumbuhan , seperti Otorita Batam, NAFTA (North American Free Trade
Agreement), SIJORI (Singapore, Johor, and Riau), dll.
Kedua, Hentikan subsidi rakyat karena hal itu selain bertentangan
dengan prinsip neoliberal tentang jauhkan campur tangan pemerintah juga
bertentangan dengan prinsip pasar dan persaingan bebas.Oleh karena itu
pemerintah juga harus melakukan privatisasi semua perusahaan milik
Negara , karena perusahaan Negara pada dasaranya dibuatlah untuk
melaksanakan subsidi Negara pada rakyat, dan itupun menghambat
persaingan pasar bebas.
Ketiga, Hapuskan ideology kesejateraan bersama dan pemilikan komunal
seperti yang masih banyak dianut oleh masyarakat “ tradisional ”. Pihak
kesejatraan dan pemilikan bersama mereka manghalangi pertumbuhan. Akibat
dari prinsip tersebut adalah menyerahkan manajemen sumber daya alam
pada ahlinya, dan bukan kepada masyarakat tradisional sebutan bagi
masyarakat adat yang tidak mampu mengelola sumber daya alam secara
efisien dan efektif.
Tentunya hal di atas jauh dari kepentingan dan cita-cita kemerdekaan
bangsa sebagaimana yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, sebagai
titik pijak bersama.
C. Kebijakan Pemerintah yang Bersifat Neo-Liberalisme
1. Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak
Kenaikan harga BBM sebenarnya merupakan satu bagian kecil dari upaya
liberalisasi sektor migas di negeri ini. Nantinya, Pertamina, perusahaan
miyak yang selama ini menjadi pengelola tunggal itu akan bersaing
dengan lebih dari 40 perusahaan migas asing yang sudah mengantongi izin
untuk membuka 20.000 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di
seluruh Indonesia, dengan harga standar internasional.
Untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM, kita harus tahu persis
latar belakang dan motivasi. Kalau menurut pemerintah, latar belakangnya
apakah untuk mengoreksi yang tidak tepat sasaran, untuk menghemat
konsumsi BBM, termasuk untuk menghindari penyelundupan dan sebagainya.
Saya kira itu alasan yang dicari-cari, bukan penjelasan namun justru
mengaburkan dari motif sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah sejak
pemerintah menandatanganani LOI 1998 di mana kita tunduk pada IMF untuk
melepas harga BBM ke harga internasional. Ini sebenarnya bukan soal
kenaikan, tapi soal proses bertahap melepas harga BBM ke harga pasar
sesuai garis IMF, dan itu sudah difollow up oleh pemerintah yang sejak
1999 sudah membuat draft UU Migas yang baru, tapi pada waktu itu bentrok
dengan Pertamina.
Lalu pada tahun 2000, Amerika masuk lewat USAID menyediakan utang
untuk memulai proses liberalisasi sektor migas. Salah satu yang
dikerjakan USAID dalam rangka liberalisasi itu adalah menyiapkan draft
UU yang baru, bekerjasama dengan IDB dan World Bank menyiapkan reformasi
sektor energi secara keseluruhan. Dalam UU Migas jelas, pasal 28 ayat 2
UU migas mengatakan harga BBM dilepas ke mekanisme pasar.
Yang jadi masalah kemudian, segera setelah UU Migas keluar,
pemerintah segera membuka izin bagi perusahaan-perusahaan asing untuk
masuk ke berbagai tahap dalam proses migas di tanah air, mulai dari hulu
sampai ke hilir. Dan bahkan mereka mengendalikan izin untuk perusahaan
asing untuk membuka SPBU, sampai lebih dari 40 perusahaan yang sudah
pegang izin untuk membuka SPBU itu. Masing-masing perusahaan diberi
kesempatan membuka sekitar 20.000 SPBU di seluruh Indonesia. Target
mereka sebenarnya pada 2005 harga BBM sudah bisa dilepas ke pasar, hanya
saja di tengah jalan UU migas dibawa ke Mahmakah Konstitusi (MK) oleh
serikat pekerja pertamina, disidangkan di MK. Dan pasal 28 tentang
pelepasan harga ke pasar itu dibatalkan MK, karena bertentangan dengan
konstitusi. Itu sebenarnya yang menggganjal.
Masalahnya mereka kan tidak mau menyerah, setelah dinyatakan UU itu
bertentangan dengan konstitusi, mereka jalan terus dengan istilah baru,
dari istilah harga pasar menjadi “harga keekonomian”, itu hanya untuk
berkelit saja. Karena harga pasar dilarang MK, maka ganti yang lain,
tetapi maksudnya sama.
Isu yang tepat dalam kasus ini adalah liberalisasi sektor migas dan
pelepasan harga BBM ke harga pasar. Jadi kalau kita lihat, setelah
rencana itu gagal tahun 2005, dan muncul istilah harga keekonomian. Maka
kini target pemerintah sesuai dengan apa yang diakatakan oleh Pak
Budiono (Menko Perekonomian, dulu), setelah naik pada 24 Mei kemarin,
diperkirakan pada September 2008 akan naik lagi secara bertahap, sampai
ditargetkan selambat-lambatnya 2009 sudah sesuai dengan harga pasar
minyak dunia. Sama dengan patokan di New York, kalau dieceran mencapai
Rp 12.000 per liter.
Makanya akibat kenaikan BBM tahun 2005, Shell buka SPBUnya, Petronas
juga buka. Tapi apakah masuk akal kalau orang membuka SPBU itu hanya
Jabotabek saja, gak mungkinkan, izin yang mereka peroleh, mereka boleh
buka 20.000 SPBU di seluruh Indonesia, nah ada 40 perusahaan lebih yang
punya izin. Bisa dibayangkan, berapa banyak SPBU yang akan berdiri, dan
bukan hanya Jabodetabek, tapi juga seluruh Indonesia.
Pertamina sendiri sudah memperkirakan hanya akan mampu menjual
maksimal 50 persen saja, 50 persennya akan diambil oleh SPBU-SPBU asing
itu. Nah kalau 2009 dilepas ke pasar, rencana terakhir pemerintah adalah
bahwa sektor swasta bisa masuk ke bisnis eceran migas dilakukan secara
penuh baru pada tahun 2010. Jadi bukan masalah BBM naik, kemiskinan,
BLT, bukan isu itu, tapi mereka menganggap ini hanya dampak saja. Lalu
kemudian bagaimana dampak itu diperlunak. Tetap saja mereka akan jalan
terus dengan agendanya, bagaimana membuat sektor migas hingga terpenuhi
sesuai harga pasar.
2. Kebijakan Disektor Pendidikan
Pendidikan berbasis Neoliberalisme masih diterapkan di Indonesia, hal
ini terbukti masih diterapkannya Ujian Nasional sebagai penentu
kelulusan siswa. Padahal kebijakan ini cenderung bersifat diskriminatif.
Selain Ujian Nasional, menurutnya, pembangunan Sekolah Berstandar
Internasional (SBI), juga memunculkan diskriminasi, karena adanya
pemisahan antara status sosial dan tingkat kemampuan siswa.
“Pemerintah kok memisahkan siswa yang mampu secara akademis dan
ekonomi, dan siswa yang tidak mampu secara ekonomis dan akademis. Ini
kebijakan zaman Belanda yang diulang lagi oleh pemerintah saat ini.
Dan sebenarnya hasil UN harus dijadikan sebagai bahan renungan dan
pemetaan mutu kualitas pendidikan nasional untuk memperbaiki proses
pembelajaran di sekolah, dan pengambilan kebijakan serta strategi
pembangunan pendidikan ke depan yang lebih bermutu dan memiliki daya
saing
3. Banyaknya BUMN yang Diprivatisasi
Contohnya :
1. Indocement, produsen semen merk Tiga Roda dikuasai oleh Heidelberg,
2. Semen Gresik dikangkangi oleh Cemex,
3. Bank BCA digenggam Farallon,
4. Bank Danamon pun demikian juga nasibnya, beralih tangan ke Temasek dan Deutche Bank.
5. Perusahaan telekomunikasi Indosat dan Telkomsel pun dimiliki oleh Temasek.
4. Adanya UU yang bersifat Neo-liberalisme
• UU Tenaga Kerja (2003): tenaga kerja diubah secara lebih ekstrem
menjadi komoditas yang fleksibel buruh kontrak dan outsourcing.
• UU Sumber Daya Air (2004): air sebagai kebutuhan dasar hidup diubah
secara lebih ekstrem menjadi komoditas, pengadaan-nya jadi bagian
kinerja bisnis swasta.
• UU Penanaman Modal Asing (2007): pembukaan total sektor-sektor barang / jasa pada penguasaan Transnational Corporation (TNC).
• UU Badan Hukum Pendidikan (2008): pelepasan sektor pendidikan menjadi komoditas pasar.
copy tulisan dari Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto
1 komentar:
Write komentarOm, neoliberalisme merupakan persaingan sehat antar individu, corporate, or goverment yang cerdas. Artinya dengan menerapkan neoliberalisme tidak ada system monopoli yang hanya berdasarkan kekuatan semata. Neo liberalisme merupakan suatu system pembelajaran dan pendewasaan suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global economic dewasa ini. Terlepas dari pemikiran konspirasi yang Om Dul posting, memang masih terlalu dini bagi bangsa kita untuk menerapkan system neoliberalisme dimana keseimbangan pendidikan dan tarap hidup masyarakat indonesia yang belum begitu merata dan hanya terpusat di kota jakarta yang notabene dijadikan pusat pemerintahan dan perekonomian yang seharusnya tidak disatukan. Terlepas dari semua ini, persiapan dalam pembelajaran dan pendewasaan pemikiran kita dalam menghadapi global economic harus dimulai dari sekarang.. Tidak ada waktu untuk berfikir politis, tidak ada waktu untuk konspiratif dalam memandang semua ini. Bila kita mempunyai mimpi dan keinginan untuk unggul dalam menghadapi persaingan global... Mulai dari sekarang... Mulai dari hal kecil... Dan mulai dari diri kita...
ReplySalam hangat,
Tzabit Al Qeis Abiansyah
anaknya papi khutu
EmoticonEmoticon